Minggu, 23 Desember 2012

Agama(Islam) Itu Adalah Nasihat


Dari Abu Ruqayyah Tamiim bin Aus Ad Daari, sesungguhnya Nabi shalallahu alaihi wa salam bersabda:

"Agama itu adalah nasihat." Kami bertanya: "Untuk siapa?" Sabda beliau: "Untuk Allah, kitab-Nya, rasul-Nya, para pemimpin umat Islam, dan bagi seluruh kaum muslimin." (HR Muslim).

Kata "nasihat" merupakan sebuah kata singkat penuh isi, maksudnya ialah segala hal yang baik. Dalam bahasa Arab tidak ada kata lain yang pengertiannya setara dengan kata "nasihat", sebagaimana disebutkan oleh para ulama Bahasa Arab tentang kata "al fallaah" yang tidak mempunyai padanan setara, yang mencakup makna kebaikan dunia dan akhirat.

Kalimat "agama adalah nasihat" maksudnya adalah sebagai tiang dan penopang agama, sebagaimana halnya sabda Nabi shalallahu alaihi wa salam "haji adalah Arafah", maksudnya bahwa wukuf di 'Arafah adalah tiang dan bagian terpenting haji.

Tentang penafsiran kata 'nasihat" dan berbagai cabangnya, Khathabi dan ulama-ulama lainnya mengatakan:

1) nasihat untuk Allah,

maksudnya beriman semata-mata kepada-Nya, menjauhkan diri dari syirik dan sikap ingkar terhadap sifat-sifatNya, memberikan kepada Allah sifat-sifat sempurna dan segala keagungan, menyucikan-Nya dari segala kekurangan, menaati-Nya, menjauhkan diri dari perbuatan dosa, mencintai dan membenci sesuatu semata-mata karena-Nya, berjihad menghadapi orang-orang kafir, mengakui dan bersyukur atas semua nikmat-Nya, berlaku ikhlas dalam segala urusan, mengajak melakukan segala hal-hal yang baik sebagaimana disebutkan di atas, menganjurkan orang lain untuk berbuat semacam itu, dan bersikap lemah lembut kepada sesama manusia.

Khatabi berkata:"Secara prinsip, sifat-sifat baik tersebut kebaikannya kembali kepada pelakunya sendiri, karena Allah tidak memerlukan kebaikan dari siapa pun."

2) nasihat untuk kitab-Nya,

maksudnya adalah beriman kepada firman-firman Allah dan diturunkan-Nya firman-firman itu kepada rasul-Nya, meyakini bahwa itu semua tidaklah sama dengan perkataan manusia dan tiada pula dapat dibandingkan dengan perkataan siapa pun. Kemudian menghormati firman Allah, membacanya dengan sungguh-sungguh, melafazhkannya dengan baik dengan sikap rendah hati dalam membacanya, menjaganya dari takwil orang-orang yang menyimpang, membenarkan segala isinya, mengikuti hukum-hukumnya, memahami berbagai macam ilmunya dan kalimat-kalimat perumpamaannya, mengambilnya sebagai pelajaran, merenungkan segala keajaibannya, mengamalkan dan menerima apa adanya tentang ayat-ayat mutasyabih, mengkaji ayat-ayat yang bersifat umum, dan mengajak manusia pada hal-hal sebagaimana tersebut di atas dalam mengimani kitabullah.

3) nasihat untuk rasul-Nya,

maksudnya membenarkan ajaran-ajarannya, mengimani semua yang dibawanya, menaati perintah dan larangannya, membelanya semasa hidup maupun sesudah matinya, melawan para musuhnya, membela para pengikutnya, menghormati haknya, memuliakannya, menghidupkan sunnahnya, mengikuti seruannya, menyebarluaskan tuntunannya, tidak menuduhnya melakukan hal yang tidak baik, menyebarluaskan ilmunya dan memahami segala arti dari ilmu-ilmu itu, mengajak manusia kepada ajarannya, berlaku santun dalam mengajarkannya, mengagungkannya dan berlaku baik ketika membaca sunnah-sunnahnya, tidak membicarakan hal-hal yang tidak diketahuinya tentang sunnahnya, memuliakan para pengikut sunnahnya, meniru akhlak dan kesopanannya, mencintai keluarganya, para sahabatnya, meninggalkan orang yang melakukan perkara bid'ah dan orang yang tidak mengakui salah seorang shahabat beliau dan lain sebagainya.

4) nasihat untuk para pemimpin umat Islam,

maksudnya ialah menolong mereka dalam kebenaran, menaati perintah mereka dan memperingatkan kesalahan mereka dengan lemah lembut, memberitahu mereka jika mereka lupa, memberitahukan kepada mereka apa yang menjadi hak-hak kaum muslim, tidak melawan mreka dengan senjata, dan makmum shalat dibelakang mereka, berjihad bersama mereka dan mendo'akan mereka untuk mendapatkan kebaikan.

5) nasihat untuk seluruh kaum muslimin selain para penguasa,

maksudnya ialah memberikan bimbingan kepada mereka apa yang dapat memberikan kebaikan bagi mereka dalam urusan dunia dan akhirat, memberikan bantuan kepada mereka, menutup aib dan cacat mereka, menghindarkan mereka dari hal-hal yang membahayakan dan mengusahakan kebaikan bagi mereka, menyuruh mereka berbuat ma'ruf dan mencegah mereka dari kemungkaran dengan sikap santun dan ikhlas, kasih sayang dengan mereka, memuliakan yang tua dan menyayangi yang muda, memberikan nasihat yang baik kepada mereka, menjauhi kebencian dan kedengkian, mencintai sesuatu yang menjadi hak mereka seperti mencintai sesuatu yang menjadi miliknya sendiri, tidak menyukai sesuatu yang tidak mereka sukai sebagaimana yang ia sendiri tidak menyukainya, melindungi harta dan kehormatan mereka, dan sebagainya baik dengan ucapan maupun perbuatan serta menganjurkan kepada mereka untuk menerapkan perilaku-perilaku tersebut diatas.

Memberi nasihat merupakan fardhu kifayah, jika telah ada yang melaksanakannya, maka yang lain terlepas dari kewajiban ini. Hal ini merupakan suatu keharusan yang dikerjakan sesuai kemampuan.

Nasihat dalam bahasa Arab artinya membersihkan atau memurnikan seperti pada kalimat "nashakhtul 'asala" artinya saya membersihkan madu sampai tinggal tersisa yang murni. Akan tetapi, ada yang mengatakan bahwa nasihat juga mempunyai makna lain.

Alhamdulillah, kita adalah ummat terbaik yang diturunkan untuk manusia, selalu berbuat amar ma'ruf nahi mungkarlah sekuat diri masing-masing, baik dengan kekuatan diri, mengingatkan dengan perbincangan atau bicara dengan hati dingin dan paling tidak dengan hati... mengatakan bahwa hal ini tidak sesuai dengan syariah.

Wallahu a'lam

Kamis, 13 Desember 2012

Air Mata Ibu Yang Menetes


Saudara / i ku seiman .. para yang dirahmati Allah .. sungguh tak sekali pun kudengarkan muhadharah ini kecuali saya dalam kondisi berlinang airmata, saya terjemahkan untuk kita semua, moga kecintaan pada Ibu selalu diingatkan oleh Allah dalam hati-hati kita ... selama beliau masih bersama kita ..

Suatu hari seorang wanita duduk santai bersama suaminya, pernikahan mereka berumur 21 tahun, mereka mulai berbicara dan ia bertanya pada suaminya, "Tidakkah kamu ingin keluar makan malam bersama seorang wanita?". Suaminya kaget dan berkata, "Siapa? Saya tak memiliki anak juga saudara ". Wanita itupun kembali berkata, "Bersama seorang wanita yang selama 21 tahun tak pernah kau temani makan malam".

Tahukah kalian siapa wanita itu??
Ibunya ...
هايإ لاإ اودبعت لاأ كبر ىضقو كدنع نغلبي امإ اناسحإ نيدلاولابو فأ امهل لقت لاف امهلاك وأ امهدحأ ربكلا لاوق امهل لقو امهرهنت لاو نم لذلا حانج امهل ضفخاو * اميرك ينايبر امك امهمحرا بر لقو ةمحرلا اريغص

Dan Tuhanmu telah memerintahkan supaya kamu jangan menyembah selain Dia dan hendaklah kamu berbuat baik pada ibu bapakmu dengan sebaik-baiknya. Jika salah seorang di antara keduanya atau kedua-duanya sampai berumur lanjut dalam pemeliharaanmu, maka sekali-kali janganlah kamu mengatakan kepada keduanya perkataan "ah" dan janganlah kamu membentak mereka dan ucapkanlah kepada mereka perkataan yang mulia. Dan rendahkanlah dirimu terhadap mereka berdua dengan penuh kesayangan dan ucapkanlah: "Wahai Tuhanku, kasihilah mereka keduanya, sebagaimana mereka berdua telah mendidik aku waktu kecil". (Al Isra ': 23-24)

Wanita itu berkata pada suaminya, "Selama kita bersama tak pernah engkau bersama ibumu walau sejenak saja, hubungi beliau, ajak makan malam berdua .. luangkan waktumu untuknya", suaminya terlihat bingung, seakan-akan ia lupa pada ibunya.

Maka hari itu juga ia menelpon ibunya, menanyakan kabar dan berkata "Ibu, gimana menurutmu jika kita habiskan malam ini berdua, kita keluar makan malam. Saya akan mengundang ibu, bersiaplah ". Ibunya heran, "Anakku, apakah terjadi sesuatu padamu?" Jawabnya. "Tidak ibu", berulang kali sang ibu bertanya.

"Ibu, malam ini saya ingin keluar bersamamu".

Mengherankan! Ibunya begitu tak percaya namun sangat bahagia. "Mungkin kita bisa makan malam bersama, bagaimana menurutmu?". Ibunya kembali bertanya, "Saya keluar bersamamu anakku?"

Ibunya seorang janda, ayahnya telah lama wafat, dan anaknya teringat padanya setalah 21 tahun pernikahannya. Hal yang sangat menggembirakannya, begitu lama waktu telah berlalu ia dalam kesendirian, dan datanglah hari ini, anaknya menghubunginya dan mengajaknya bersama. Seolah tak percaya, diapun bersiap jauh sebelum malam tiba. Tentu, dengan perasaan bahagia yang meluap-luap! Ia menanti kedatangan anaknya.

Laki-laki itupun bercerita: "Setibaku di rumah mengundang ibu, kulihat ia berdiri di depan pintu rumah menantiku"

Wanita tua ... menantinya di depan pintu! "Dan ketika dia melihatku, segera ia naik ke mobil.

Saya melihat wajahnya yang dipenuhi kebahagiaan, ia tertawa dan memberi salam padaku, memeluk dan menciumku, dan berkata: Anakku, tidak ada seorang pun dari keluargaku .. tetanggaku ... yang tidak mengetahui kalau saya keluar bersamamu malam ini, saya telah memberitahukan pada mereka semua, dan mereka menunggu ceritaku sepulang nanti "Lihat bagaimana jika seorang anak mengingat ibunya!

Sebuah syair berbunyi:

Apakah yang harus kulakukan
agar mampu membalas
kebaikanmu? Apakah yang harus kuberikan
agar mampu membalas
keutamaanmu?

Bagaimana kumenghitung
kebaikan-kebaikanmu?

Sungguh dia begitu
banyak .. sangat banyak .. dan
terlampau banyak!

Dan kami pun berangkat, sepanjang jalan saya pun bercerita dengan ibu, kami mengenang hari-hari yang lalu.

Setiba di restoran, saya baru menyadari bahwa baju yang dikenakan ibu adalah baju terakhir yang Ayah belikan untuknya, setelah 21 tahun saya tak bersamanya tentu pakaian itu terlihat sangat sempit, dan saya pun terus memperhatikan ibuku. Kami duduk dan datanglah seorang pelayan menanyakan menu makanan yang hendak kami makan, kulihat ibu membaca daftar menu dan sesekali melirik kepadaku, akhirnya kupahami kalau ibuku tak mampu lagi membaca tulisan di kertas itu. Ibuku sudah tua dan matanya tak bisa lagi melihat dengan jelas.

Kubertanya padanya, "Ibu, apakah engkau mau saya bacakan menunya?" Beliau segera mengiyakan dan berkata, "Saya mengingat saat kau masih kecil dulu, saya yang membacakan daftar menu untukmu, sekarang kau membayar utangmu anakku .. kau bacakanlah untukku"

Maka sayapun membacakan untuknya, dan demi Allah .. kurasakan kebahagiaan merasuki dadaku ..

Beberapa waktu datanglah makanan pesanan kami, saya pun mulai memakannya. Tapi ibuku tak menyentuh makanannya, beliau duduk memandangku dengan tatapan bahagia. Karena rasa gembira ia merasa tak selera untuk makan.

Dan ketika selesai makan, kami pun pulang, dan sungguh, tak pernah kurasakan kebahagian seperti ini setelah bertahun-tahun. Saya telah melalaikan ibuku 21 tahun lamanya.

Setiba di rumah, kutanyakan padanya: "Ibu .. bagaimana menurutmu kalo kita mencari waktu lain untuk keluar lagi?" Ia menjawab, "Saya siap kapan saja kau memintaku!"

Maka haripun berlalu, Saya sibuk dengan pekerjaan .. dengan perdagangan .. dan terdengar kabar Ibuku jatuh sakit. Dan ia selalu menanti malam yang telah kujanjikan. Hari terus berlalu dan sakitnya kian parah. Dan ... (Ya Alloh ... Astaghfirullohal al'adzim ... Ibuku meninggal dan tak ada malam kedua yang kujanjikan padanya.

Setelah beberapa hari, seorang laki-laki menelponku, ternyata dari restoran yang dulu kudatangi bersama ibuku. Dia berkata, "Anda dan istri Anda memiliki kursi dan hidangan makan malam yang telah lunas" Kami pun ke restoran itu, setiba disana .. server itu mengatakan bahwa Ibu telah membayar lunas makanan untuk saya dan istri.

Dan menulis sebuah surat berbunyi: "Anakku, sungguh saya tahu bahwa tak akan hadir bersamamu untuk kedua kalinya.

Namun, saya telah berjanji padamu, maka makan malamlah dengan uangku, saya berharap istrimu telah menggantikanku untuk makan malam
bersamamu "

Saya menangis membaca surat ibuku ... dimana saya selama ini?? di mana cintaku untuk Ibu?? Selama 21 tahun .... ....

Dikisahkan kembali dari muhadharah syekh Nabil al 'audhy-hafizhahullahu ta'ala-(كلملا دبع).

Rabu, 12 Desember 2012

Cara Mudah Menghafal


Menghafal, kedengarannya memang sangatlah gampang , Namun belum tentu juga. Ada Sebahagian orang yang sangat sulit sekali mengingat, lebih tepatnya menghafal sesuatu. tetapi, tenang, di dunia ini hampir tidak ada yang tidak mungkin. Bagi anda yang merasa dirinya kurang bisa menghafal dengan baik secara cepat, anda sangat tepat sekali jika sedang membaca informasi dari kami kali ini.
Silahkan dibaca informasi yang berjudul cara cepat menghafal berikut ini:
Roger Wolcott Sperry adalah seorang neuropsikolog yang menemukan bahwa akal manusia terdiri atas 2 bagian. Ia menemukan bahwa otak terbagi menjadi 2 bagian sisi yaitu sisi kiri dan sisi kanan.
Otak sisi kiri lebih cenderung memiliki kemampuan analisis, logis, urutan, objektif dan rasional. Dengan kata lain, otak kiri lebih dominan berhubungan dengan angka, kata-kata dan simbol.
Otak sisi kanan lebih cenderung memiliki kemampunya intuitif, subjektif, holistik (secara menyeluruh) dan sintesis. Dengan kata lain otak kanan inilah yang membantu seseorang cenderung lebih kreatif ketimbang orang yang dominan memiliki kemampuan otak kiri.
Berdasarkan sifat, otak kiri cenderung bersifat short term memory (ingatan jangka pendek) dan otak kanan bersifat long term memory (ingatan jangka panjang)
CARA CEPAT MENGHAFAL :

  • Memory Sport

Otak manusia sama seperti otot. Apabila tidak berolahraga, maka otot akan semakin lemah. Tapi jika semakin giat diolahragakan, maka otot akan semakin kuat. Begitu juga halnya dengan otak. Otak akan semakin lemah bila tidak “diolahragakan” dan akan semakin kuat bila “diolahragakan”. Maka untuk itu kita perlu “mengolahragakan” otak kita.
Salah satu cara untuk mengolahragakan otak kita adalah dengan cara memory sport. Salah satu cara yang paling gampang adalah sering-seringlah mengisi teka teki. Secara tidak langsung otak anda akan berlatih mengingat dan mengolah kata-kata

  • Relation Sistem

Merupakan salah satu teknik untuk mengingat informasi dengan cara menghubungkan informasi yang satu dengan lainnya secara aksi. Relation sistem ini seringkali dipakai untuk menghapal suatu kalimat yang berpasangan seperti vocabulary, nama negara dan ibu kotanya, nama sungai dan provinsinya, dan lainnya.
Contoh:
Kucing menabrak ember
Doni makan rujak
Menabrak dan makan adalah relation sistem aksi. Aksi tersebut adalah sebagai kalimat utama pemicu untuk menarik dan memperjelas informasi yang ada didepannya sehingga informasi yang ada didepannya tidak lupa.

  • Story Sistem

Adalah teknik untuk dapat mengingat sebuah informasi dengan cara menghubungkan informasi yang satu dengan lainnya menjadi sebuah cerita
Contoh:
Terdapat beberapa kata yaitu burung – baju – awan – coca cola – gunung – kelinci – pistol – buaya – pohon – kawah
Cara menghafal dengan story sistem ini adalah dengan membayangkannya :
Burung memakai baju, terbang ke awan minum coca cola, terbang lagi ke gunung dan bertemu kelinci yang membawa pistol untuk menembak buaya yang tidur dibawah pohon di dekat kawah.

  • Mnemonic

Adalah cara menghapal yang bersifat abstrak. Yaitu dengan cara mengubah kata abstrak menjadi benda nyata yang bisa dibayangkan. 
Mnemonic dibagi menjadi 2 tipe sistem, yaitu:

  • Sistem gambaran.
Teknik menghapal informasi yang abstrak dengan cara menggambarkan kata abstrak tersebut menjadi sesuatu yang nyata.
Contoh:
Gembira dapat digantikan dengan menggambarkan orang yang sedang bergembira. 
Yogyakarta dapat digambarkan dengan Borobudur.
Jakarta dapat mudah diingat dengan digambarkan menjadi monas.

  • Sistem persamaan bunyi.

Teknik menghapal informasi berdasarkan bentuk persamaan bunyinya. 
Contoh :
Singapura dapat lebih mudah diingat dengan mengingat kata singa
Sistem persamaan bunyi.
Teknik menghapal informasi berdasarkan bentuk persamaan bunyinya.
Irak dapat lebih mudah diingat dengan kata rak

Jumat, 07 Desember 2012

Sifat Ahli syurga/Bidadari

Nabi Sholallohu 'alaihi wa sallam bersabda:
 
1. Hadits Abu Sa’id al-Khudri Rodiallohu 'anhu :

 إِنَّ أَدْنَى أَهْلِ الْجَنَّةِ مَنْزِلَةً رَجُلٌ صَرَفَ اللّهُ وَجْهَهُ عَنِ النَّارِ قِبَلَ الْجَنَّةِ وَمَثَّلَ لَهُ شَجَرَةً ذَاتَ ظِلٍّ فَقَالَ: أَيْ رَبِّ قَرِّبْنِي مِنْ هذِهِ الشَّجَرَةِ أَكُونُ فِي ظِلِّهَا ». فَذَكَرَ الْحَدِيْثَ فِيْ دُخُوْلِهِ الْجَنَّةَ وَتًمًنٍّيْهِ إِلىَ أَنْ قَالَ فِيْ آخِرِهِ.

“Sesungguhnya ahli surga yang paling rendah tingkatannya adalah seseorang yang Allah palingkan wajahnya dari neraka kearah surga, dan ditampakkan padanya satu pohon surga yang rindang. Lalu orang itu berkata: Ya Allah dekatkanlah aku ke pohon itu agar aku bisa berteduh di bawahnya.” Lalu Nabi Sholallohu 'alaihi wa sallam terus menyebutkan angan-angan orang itu hingga akhirnya beliau bersabda:

 إِذَا انْقَطَعَتْ بِهِ الأَمَانِيُّ قَالَ اللّهُ: هُوَ لَكَ وَعَشْرَةُ أَمْثَالِهِ. قالَ: ثُمَّ يَدْخُلُ بَيْتَهُ فَتَدْخُلُ عَلَيْهِ زَوْجَتَاهُ مِنَ الحُورِ الْعِينِ فَيَقُولاَنِ : الْحَمْدُ للّهِ الَّذِي أَحْيَاكَ لَنَا وَأَحْيَانَا لَكَ. قَالَ: فَيَقُولُ: مَا أُعْطِيَ أَحَدٌ مِثْلَ مَا أُعْطِيتُ 

“Apabila telah habis angan-angannya maka Allah berfirman kepadanya: “Dia itu milikmu dan ditambah lagi sepuluh kali lipatnya.” Nabi bersabda: “Kemudian ia masuk rumahnya dan masuklah menemuinya dua biadadari surga, lalu keduanya berkata: Segala puji bagi Allah yang telah menghidupkanmu untuk kami dan yang menghidupkan kami untukmu. Lalu laki-laki itu berkata: “Tidak ada seorangpun yang dianugerahi seperti yang dianugerahkan kepadaku.” (HR. Muslim: 417)
 
2. Hadits Anas Rodiallohu 'anhu :

 إِنَّ الْحُورَ الْعِينَ لَتُغَنينَ فِي الْجَنَّةِ يَقُلْنَ: نَحْنُ الْحُورُ الْحِسَانِ خُبئْنَا لأَزْوَاجٍ كِرَامٍ 
“Sesungguhnya bidadari nanti akan bernyanyi di surga: Kami para bidadari cantik disembuyikan khusus untuk suami-suami yang mulia.” (Shahih al-Jami’: 1602)
 
3. Hadits Abu Hurairah Rodiallohu 'anhu :

 إِنَّ أَوَّلَ زُمْرَةٍ يَدْخُلُونَ الْجَنَّةَ عَلَى صُورَةِ الْقَمَرِ لَيْلَةَ الْبَدْرِ. وَالَّذِينَ يَلُونَهُمْ عَلَى أَشَدِّ كَوْكَبٍ دُرِّيَ، فِي السَّمَاءِ، إِضَاءةً. لاَ يَبُولُونَ، وَلاَ يَتَغَوَّطُونَ وَلاَ يَمْتَخِطُونَ وَلاَ يَتْفِلُونَ. أَمْشَاطُهُمُ الذَّهَبُ. وَرَشْحُهُمُ الْمِسْكُ. وَمَجَامِرُهُمُ الألُوَّةُ. وَأَزْوَاجُهُمُ الْحُورُ الْعِينُ. أَخْلاَقُهُمْ عَلَى خُلُقِ رَجُلٍ وَاحِدٍ. عَلَى صُورَةِ أَبِيهِمْ آدَمَ. سِتُّونَ ذِرَاعاً، فِي السَّمَاءِ
 
“Sesungguhnya kelompok pertama yang masuk surga adalah seperti rupa bulan di malam purnama. Berikutnya adalah seperti binang yang paling terang sinarnya di langit. Mereka tidak buang air kecil, tidak buang air besar, dan tidak meludah. Sisir mereka dari emas, minyak mereka adalah misik, asapannya adalah kayu gaharu, pasangan mereka adalah bidadari, akhlak mereka seperti akhlak satu orang. Bentuk (postur tubuh) mereka seperti Nabi Adam as; 60 lengan di langit.” (Bukhari, Muslim dll. Al-Jami’ al-Shaghir: 3778, Shahih al-Jami’: 2015)
 
4. Hadits Abdullah ibnu Mas’ud Rodiallohu 'anhu :

 أَوَّلُ زُمْرَةٍ يَدْخُلُونَ الْجَنَّةَ كَأَنَّ وُجُوهَهُمْ ضَوْءُ الْقَمَرِ لَيْلَةَ الْبَدْرِ، وَالْزُّمْرَةُ الثَّانِيَةُ عَلَى لَوْنِ أَحْسَنِ كَوْكَبٍ دُريَ فِي السَّمَاءِ، لِكُل رَجُلٍ مِنْهُمْ زَوْجَتَانِ مِنَ الْحُورِ الْعِينِ، عَلَى كُل زَوْجَةٍ سَبْعُونَ حُلَّةً، يُرَىٰ مُخُّ سُوقِهِمَا مِنْ وَرَاءِ لُحُومِهِمَا وَحُلَلِهِمَا، كَمَا يُرَىٰ الشَّرَابُ الأَحْمَرُ فِي الزُّجَاجَةِ الْبَيْضَاءِ 
 
“Kelompok pertama kali yang masuk surga, seolah wajah mereka cahaya rembulan di malam purnama. Kelompok kedua seperti bintang kejora yang terbaik di langit. Bagi setiap orang dari ahli surga itu dua bidadari surga. Pada setiap bidadari ada 70 perhiasan. Sumsum kakinya dapat terlihat dari balik daging dan perhiasannya, sebagaimana minuman merah dapat dilihat di gelas putih.” (HR. Thabrani dengan sanad shahih, dan Baihaqi dengan sanad hasan. Hadits hasan, shahih lighairi: Shahih al-Targhib: 3745)
Dalam lafazh Tirmidzi:

 وَلِكُلِّ وَاحِدٍ مِنْهُمْ زَوْجَتَانِ يُرَى مُخُّ سُوْقِهِمَا منْ وَرَاءِ الَّلحْمِ مِنَ الْحُسْنِ، لاَ اخْتِلاَفَ بَيْنَهُمْ وَلاَ تَبَاغُضَ قُلُوبُهُمْ قَلْبُ رَجُلٍ وَاحِدٍ يُسَبِّحونَ الله بُكْرَةً وَعَشِيَّا

“Masing-masing mendapat dua bidadari, sumsum kakinya dapat dilihat dari balik daging karena begitu cantiknya, tidak ada perselisihan di antara mereka, dan tidak ada saling benci di hati mereka. Hati mereka seperti hati satu orang, mereka semua bertasbih kepada Allah pagi dan sore.”
 
5. Hadits al-Miqdam Ibn Ma’di Karib Rodiallohu 'anhu :

 لِلشَّهِيدِ عِنْدَ اللَّهِ سَبْعُ خِصَالٍ: يُغْفَرُ لَهُ فِي أَوَّلِ دَفْعَةٍ مِنْ دَمِهِ، وَيَرَىٰ مَقْعَدَهُ مِنَ الْجَنَّةِ، وَيُحَلَّىٰ حُلَّةَ الإِيمَانِ، وَيُزَوجُ اثْنَيْنِ وَسَبْعِينَ زَوْجَةً مِنَ الْحُورِ الْعِينِ، وَيُجَارُ مِنْ عَذَابِ الْقَبْرِ، وَيَأْمَنُ مِنَ الْفَزَعِ الأَكْبَرِ، وَيُوضَعُ عَلَى رَأْسِهِ تَاجُ الْوَقَارِ، الْيَاقُوتَةُ مِنْهُ خَيْرٌ مِنَ الدُّنْيَا وَمَا فِيهَا، وَيَشْفَعُ فِي سَبْعِينَ إِنْسَاناً مِنْ أَهْلِ بَيْتِهِ 
 
“Orang yang mati syahid memiliki 7 [yang benar 8] keistimewaan di sisi Allah: (1) diampuni dosanya di awal kucuran darahnya, (2) melihat tempat duduknya dari surga, (3) dihiasi dengan perhiasan iman, (4) dinikahkan dengan 72 bidadari surga, (5) diamankan dari adzab kubur, (6) aman dari goncangan dahsyat di hari qiamat, (7) diletakkan di atas kepalanya mahkota kewibawaan; satu permata dari padanya lebih baik dari pada dunia seisinya, (8) memberi syafaat kepada 70 orang dari kerabatnya.” (Ahmad, Tirmidzi dan Baihaqi. Silsilah al-Shahihah: 3213, Shahih al-Jami’: 5182)
 
6. Hadits Mu’adz ibn Anas Rodiallohu 'anhu ;

 مَنْ كَظَمَ غَيْظاً وَهُوَ قَادِرٌ عَلَى أَنْ يُنْفِذَهُ دَعَاهُ اللَّه سُبْحَانَهُ عَلَى رُؤُوسِ الْخَلائِقِ حَتَّى يُخَيِّرَهُ مِنَ الْحُورِ الْعينِ مَا شَاءَ 
“Barangsiapa mampu menahan amarah padahal ia mampu untuk melampiaskannya, maka Allah memanggilnya di hadapan para makhluk hingga Dia memberikan hak untuk memilih yang ia suka dari bidadari.” (HR. Abu Daud, Tirmidzi, Ibnu Majah, hadits hasan. Lihat Shahih al-Jami’: 6518)

7.  Hadits Mu’adz t;

 لاَ تُؤْذِي امْرَأةٌ زَوْجَهَا فِي الدُّنْيَا. إِلاَّ قَالَتْ زَوْجَتُهُ مِنَ الْحُورِ الْعِينِ: لاَ تُؤْذِيهِ، قَاتَلَكِ الله، فَإِنَّمَا هُوَ عِنْدَك دَخِيلٌ يُوشِكَ أَنْ يُفَارِقَكِ إِلَيْنَا 

“Tidak ada seorang isteri yang menyakiti suaminya di dunia melainkan bidadari yang menjadi pasangannya berkata: "Jangan engkau sakiti dia -semoga Allah melaknatmu- sesungguhnya ia hanyalah bertamu (di rumahmu), hampir saja ia berpisah meninggalkanmu menuju kami.” (Shahih al-Jami’: 7192)
 
Imam Ibnul Qoyyim berkata:
 
"Jika anda bertanya tentang mempelai wanita dan istri-istri penduduk surga, maka mereka adalah gadis-gadis remaja yang montok dan sebaya. Pada diri mereka mengalir darah muda, pipi mereka halus dan segar bagaikan bunga dan apel, dada mereka kencang dan bundar bagai delima, gigi mereka bagaikan intan mutu manikam, keindahan dan kelembutan mereka selalu menjadi kerubutan.

Elok wajahnya bagaikan terangnya matahari, kilauan cahaya terpancar dari gigi-giginya dikala tersenyum. Jika anda dapatkan cintanya, maka katakan semau anda tentang dua cinta yang bertaut. Jika anda mengajaknya berbincang (tentu anda begitu berbunga), bagaimana pula rasanya jika pembicaraan itu antara dua kekasih (yang penuh rayu, canda dan pujian). Keindahan wajahnya terlihat sepenuh pipi, seakan-akan anda melihat ke cermin yang bersih mengkilat (maksudnya, menggambarkan persamaan antara keindahan paras bidadari dengan cermin yang bersih berkilau setelah dicuci dan dibersihkan, sehingga tampak jelas keindahan dan kecantikan). Bagian dalam betisnya bisa terlihat dari luar, seakan tidak terhalangi oleh kulit, tulang maupun perhiasannya.

Andaikan ia tampil (muncul) di dunia, niscaya seisi bumi dari barat hingga timur akan mencium wanginya, dan setiap lisan makhluk hidup akan mengucapkan tahlil, tasbih, dan takbir karena terperangah dan terpesona. Dan niscaya antara dua ufuk akan menjadi indah berseri berhias dengannya. Setiap mata akan menjadi buta, sinar mentari akan pudar sebagaimana matahari mengalahkan sinar bintang. Pasti semua yang melihatnya di seluruh muka bumi akan beriman kepada Allah Yang Maha hidup lagi Maha Qayyum (Tegak lagi Menegakkan). Kerudung di kepalanya lebih baik daripada dunia seisinya. Hasratnya terhadap suami melebihi semua keinginan dan cita-citanya. Tiada hari berlalu melainkan akan semakin menambah keindahan dan kecantikan dirinya. Tiada jarak yang ditempuh melainkan semakin menambah rasa cinta dan hasratnya. Bidadari adalah gadis yang dibebaskan dari kehamilan, melahirkan, haidh dan nifas, disucikan dari ingus, ludah, air seni, dan air tinja, serta semua kotoran.

Masa remajanya tidak akan sirna, keindahan pakaiannya tidak akan usang, kecantikannya tidak akan memudar, hasrat dan nafsunya tidak akan melemah, pandangan matanya hanya tertuju kepada suami, sekali-kali tidak menginginkan yang lain. Begitu pula suami akan selalu tertuju padanya. Bidadarinya adalah puncak dari angan-angan dan nafsunya. Jika ia melihat kepadanya, maka bidadarinya akan membahagiakan dirinya. Jika ia minta kepadanya pasti akan dituruti. Apabila ia tidak di tempat, maka ia akan menjaganya. Suaminya senantiasa dalam dirinya, di manapun berada. Suaminya adalah puncak dari angan-angan dan rasa damainya.
Di samping itu, bidadari ini tidak pernah dijamah sebelumnya, baik oleh bangsa manusia maupun bangsa jin. Setiap kali suami memandangnya maka rasa senang dan suka cita akan memenuhi rongga dadanya. Setiap kali ia ajak bicara maka keindahan intan mutu manikam akan memenuhi pendengarannya. Jika ia muncul maka seisi istana dan tiap kamar di dalamnya akan dipenuhi cahaya.
Jika anda bertanya tentang usianya, maka mereka adalah gadis-gadis remaja yang sebaya dan sedang ranum-ranumnya.

Jika anda bertanya tentang keelokan wajahnya, maka apakah anda telah melihat eloknya matahari dan bulan?!

Jika anda bertanya tentang hitam matanya, maka ia adalah sebaik-baik yang anda saksikan, mata yang putih bersih dengan bulatan hitam bola mata yang begitu pekat menawan.
Jika anda bertanya tentang bentuk fisiknya, maka apakah anda pernah melihat ranting pohon yang paling indah yang pernah anda temukan?

Jika anda bertanya tentang warna kulitnya, maka cerahnya bagaikan batu rubi dan marjan.
Jika anda bertanya tentang elok budinya, maka mereka adalah gadis-gadis yang sangat baik penuh kebajikan, yang menggabungkan antara keindahan wajah dan kesopanan. Maka merekapun dianugerahi kecantikan luar dan dalam. Mereka adalah kebahagiaan jiwa dan penghias mata.
Jika anda bertanya tentang baiknya pergaulan dan pelayanan mereka, maka tidak ada lagi kelezatan selainnya. Mereka adalah gadis-gadis yang sangat dicintai suami karena kebaktian dan pelayanannya yang paripurna, yang hidup seirama dengan suami penuh pesona harmoni dan asmara .
Apa yang anda katakan apabila seorang gadis tertawa di depan suaminya maka sorga yang indah itu menjadi bersinar? Apabila ia berpindah dari satu istana ke istana lainnya, anda akan mengatakan: "Ini matahari yang berpindah-pindah di antara garis edarnya." Apabila ia bercanda, kejar mengejar dengan suami, duhai… alangkah indahnya…!! (dari kitab Hadil Arwah Ila Biladil Afrah (h.359-360)

MACAM-MACAM ‘ILLAT QIYAS


Jumhur ulama memandang bahwa Qiyas merupakan salah satu di antara dalil syar’i (sumber hukum) yang menduduki martabat keempat dari dalil-dalil syar’i setelah Al Qur`an, As Sunnah, dan Ijma’. Qiyas digunakan ketika pada suatu fakta tidak didapati hukum dari nash-nash Al Qur`an, As Sunnah, atau Ijma’. Jika hukum syara’ atas suatu fakta ditetapkan melalui nash dan didasarkan pada suatu illat (motif penetapan hukum), maka hukum syara’ itu dapat diterapkan pada fakta lain –yang tidak ada nashnya– yang memiliki illat yang sama.

Dengan demikian, Qiyas sangat urgen dalam khazanah fiqih Islam, karena Qiyas dapat dijadikan dasar untuk menghukumi fakta-fakta yang tidak ada nashnya dalam Al Qur`an, As Sunnah, dan Ijma’. Dengan kata lain, Qiyas mengatasi problem keterbatasan nash pada satu sisi dan problem manusia yang tak terbatas pada sisi lain. Karena pentingnya Qiyas inilah, Imam Ahmad bin Hanbal mengatakan, “Tidak ada seorang pun yang tidak membutuhkan qiyas.” Sedang Imam Al Muzani berkata, “Para fuqaha sejak masa Rasul SAW hingga hari ini selalu menggunakan qiyas-qiyas dalam masalah fiqh dan dalam semua hukum dalam urusan agama mereka.”

Qiyas menurut etimologis berarti mengukur (at taqdir). Menurut terminologi ushul fiqih, Qiyas adalah menyamakan (ilhaq) masalah cabang dengan masalah pokok dari segi hukum syara’ karena adanya kesamaan illat pada masalah cabang dan masalah pokok. Definisi Qiyas ini juga sekaligus menunjukkan adanya 4 (empat) rukun Qiyas, yaitu : (1) masalah pokok (al ashlu), (2) masalah cabang (al far’u), (3) hukum masalah pokok (hukm al ashli), dan (4) illat. Jika keempat rukun qiyas ini ada, maka qiyas dapat dilakukan dan akan dihasilkan hukum untuk masalah cabang (hukm al far’i). Misalnya haramnya ijarah (seperti menyewa mobil atau komputer) pada saat adzan Jumat yang diqiyaskan pada haramnya jual beli saat adzan Jumat, berdasarkan firman Allah SWT :

“Hai orang-orang yang beriman, apabila diseru untuk menunaikan shalat pada hari Jumat, maka bersegeralah kamu kepada mengingat Allah dan tinggalkanlah jual beli…” (QS Al Jumuah : 9)

Analisis rukun Qiyas pada ayat tersebut menunjukkan bahwa keempat rukun Qiyas telah ada, yaitu : (1) jual-beli (al bai’) pada saat adzan Jumat sebagai masalah pokok, (2) ijarah sebagai masalah cabang, (3) haramnya jual-beli saat adzan Jumat sebagai hukum masalah pokok, yang dapat diterapkan juga pada masalah cabang (ijarah), dan (4) illat, yaitu melalaikan shalat Jumat. Dengan adanya keempat rukun Qiyas tersebut, dihasilkan hukum masalah cabang, yaitu haramnya ijarah pada saat adzan Jumat.

Dari keempat rukun Qiyas tersebut, illat menduduki posisi strategis, karena illat itulah yang menjadikan Qiyas dapat berfungsi. Qiyas hanya dapat terlaksana manakala masalah pokok (al maqiis) dan masalah cabang (al maqiis ‘alayhi) mempunyai titik temu yang sama. Titik temu inilah yang yang merupakan latar belakang penetapan hukum, atau illat.

Lebih dari itu, illat berkaitan dengan keabsahan Qiyas sebagai sumber hukum syara’. Sebab penetapan (itsbat) keabsahan suatu sumber hukum haruslah didasarkan pada dalil-dalil qath’i, bukan dalil-dalil zhanni. Qiyas dapat dianggap absah sebagai sumber hukum, karena eksistensi Qiyas sebenarnya kembali pada sumber-sumber hukum lain, yaitu Al Qur`an, As Sunnah, dan Ijma’ Shahabat, yang keabsahannya telah ditetapkan berdasarkan dalil-dalil qath’i. Karena Al Qur`an, As Sunnah, dan Ijma’ Shahabat telah terbukti kehujjahannya sebagai sumber hukum berdasarkan dalil-dalil qath’i, maka Qiyas yang menggunakan illat dari ketiga sumber hukum ini, berarti absah juga sebagai sumber hukum. Inilah posisi strategis illat dalam Qiyas.

Illat-illat yang diambil dari Al Qur`an, As Sunnah, dan Ijma’ Shahabat inilah yang disebut dengan illat syar’iyah, yang menurut Syaikh Taqiyuddin An Nabhani, akan menjadikan Qiyas sebagai Qiyas syar’i, yaitu Qiyas yang absah (mu’tabar) menurut syara’. Dengan demikian, jika Qiyas tidak menggunakan illat syar’iyyah, maka Qiyas ini tidak ada nilainya dalam istidlal (penggunaan dalil) untuk menetapkan hukum-hukum syara’ dan Qiyas seperti ini pun tidak dapat dianggap sebagai suatu dalil syar’i.

Tulisan ini bertujuan menjelaskan illat-illat syar’iyah tersebut lebih lanjut, yang menurut Taqiyuddin An Nabhani, ada 4 (empat) macam, yaitu illat sharahah, illat dalalah, illat istinbath, dan illat qiyas. Kitab beliau yang khusus membahas masalah ini kitab Asy Syakhshiyyah Al Islamiyyah Juz III (Ushul Fiqih), pada bab Qiyas (hal. 313-358).

Definisi Illat

Illat menurut Taqiyuddin An Nabhani adalah suatu perkara yang karenanya suatu hukum disyariatkan (asy syai`u alladzi min ajlihi wujida al hukmu). Atau dengan kata lain, illat adalah suatu perkara yang menjadi motif/latar belakang penetapan (pensyariatan) suatu hukum (al amru al baa’itsu ala al hukm). Illat disebut juga ma’quul al nash, dalam arti illat itulah yang menjadikan akal menghukumi masalah cabang dengan hukum yang ada pada masalah pokok, karena masalah pokok dan masalah cabang mempunyai illat yang sama.

Illat merupakan jawaban dari pertanyaan mengapa suatu hukum disyariatkan. Jawaban inilah yang oleh para ulama ushul disebut dengan istilah washfun munasibun, yaitu sifat (makna) yang sesuai yang menjadi latar belakang penetapan hukum, atau washfum mufhamun, suatu sifat (makna) yang dapat dipahami sebagai latar belakang penetapan hukum. Sifat (makna) ini harus sedemikian rupa sehingga memberikan pengaruh (atsar) pada hukum. Jika tidak memberi pengaruh hukum, maka sifat itu bukanlah illat. Misalnya sabda Nabi SAW :

“Tidaklah seorang hakim memberikan keputusan hukum sedangkan dia sedang marah.”

Hadits ini menetapkan keharaman atas seorang hakim (qadhi) untuk mengadili perkara jika hakim tersebut sedang marah. Illat keharamannya adalah kemarahan (al ghadhab), sebab kemarahan dapat mengacaukan konsentrasi pikiran. Kemarahan ini merupakan sifat yang sesuai (washfun munasibun) untuk menjadi illat haramnya hakim mengadili perkara ketika hakim sedang marah. Adapun sifat lain dari hakim, misalnya berbadan tinggi atau berkulit hitam, bukanlah sifat yang yang berpengaruh terhadap hukum. Karena itu, sifat seorang hakim yang berbadan tinggi atau berkulit hitam, tidak dapat menjadi illat keharaman memutuskan perkara.

Kemudian perlu dipahami pula bahwa illat berbeda dengan sebab (as sabab), karena illat merupakan motif penetapan hukum (sabab tasyri’ al hukm), sedang sebab merupakan tanda pelaksanaan hukum dalam kenyataan (sabab wujud al hukm). Jadi kedudukan illat sebenarnya sederajat dengan dalil suatu hukum syara’, yaitu illat itu ada sebelum atau bersamaan dengan hukum. Kedudukan illat adalah seperti halnya nash yang mendasari suatu hukum. Sedang kedudukan sebab terletak setelah penyariatan hukum, dan menjadi tanda bagi pelaksanaan hukum dalam kenyataan. Misalnya munculnya hilal dan ru`yatul hilal, adalah sebab dari pelaksanaan shaum Ramadhan, sesuai sabda Nabi SAW :

“Berpuasalah kalian karena melihat hilal (bulan sabit).”

Munculnya hilal dan ru`yatul hilal, berdasarkan hadits ini, dikatakan sebagai sebab pelaksanaan puasa Ramadhan, bukan illat puasa Ramadhan. Ini dikarenakan dalil pensyariatan puasa Ramadhan bukanlah hadits Rasulullah tersebut, melainkan nash-nash yang lain, yang merupakan dalil penetapan adanya kewajiban puasa Ramadhan, misalnya firman Allah SWT :

“Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa…” (QS Al Baqarah : 183)

Jadi, sebab berbeda dengan illat, karena illat adalah latar belakang penetapan hukum, yang kedudukannya terletak sebelum hukum disyariatkan. Misalnya illat melalaikan orang dari shalat Jumat, yang mendasari keharaman jual beli saat adzan Jumat, yang diistinbath dari QS Al Jumuah ayat 9. Illat ini menjadi alasan mengapa disyariatkan hukum haramnya jual beli pada saat adzan Jumat dikumandangkan.

Illat juga tidak sama dengan hikmah. Dalam pandangan Taqiyuddin An Nabhani, hikmah adalah hasil (natijah) atau tujuan (ghayah) atau akibat (‘aqibah) dari penerapan hukum syara’. Ini berbeda dengan illat, sebab illat adalah motif/latar belakang (al baa’its/al daafi’) penetapan hukum. Misalnya firman Allah :

“Sesungguhnya shalat itu mencegah dari (perbuatan) keji dan mungkar.” (QS Al Ankabuut : 45)

Ayat ini menunjukkan bahwa mencegah dari perbuatan keji dan mungkar adalah hikmah shalat, bukan illat shalat. Hikmah tersebut akan mungkin terwujud setelah shalat ditunaikan. Hal ini berbeda dengan illat, sebab kedudukan illat sama dengan nash, yaitu ada sebelum adanya hukum, bukan sesudah adanya hukum sebagaimana halnya hikmah.

Illat juga kadang dirancukan dengan istilah manath, padahal illat dan manath tidak sama. Menurut Taqiyuddin An Nabhani, illat termasuk pembahasan syar’i yang wajib didasarkan pada dalil syar’i. Sedangkan manath adalah pembahasan yang non syar’i, yang tidak bersangkut paut dengan nash-nash syar’i. Manath adalah fakta yang kepadanya suatu hukum syara’ akan diterapkan (al waqi’ alladzi yuthabbaqu ‘alayhi al hukm). Sedang istilah tahqiq al manath, artinya adalah pemeriksaan/pengkajian fakta/realitas yang akan menjadi sasaran penerapan hukum. Jika kita katakan bahwa khamr itu haram, maka keharaman khamr adalah hukum syara’. Meneliti apakah suatu minuman termasuk khamr atau bukan, adalah tahqiq al manath. Sedang manath-nya sendiri adalah, suatu minuman tertentu yang sedang kita teliti.

Hal ini berbeda dengan illat dan juga tahqiq al illat, sebab illat adalah adalah suatu perkara yang melatarbelakangi pensyariatan hukum, dan tahqiq al illat adalah kajian terhadap latar belakang penetapan hukum. Kegiatan tahqiq al illat berobjek nash-nash syara’ untuk menentukan apakah suatu nash mengandung illat atau tidak misalnya, misalnya menelaah apakah ada illat pada firman Allah SWT :

“…supaya harta itu jangan hanya beredar di antara oarang-orang kaya saja di antara kamu.” (QS Al Hasyr : 7)

Macam-Macam Illat

Menurut Taqiyuddin An Nabhani dalam kitabnya Asy Syakhshiyyah Al Islamiyyah, Juz III hal. 343, berdasarkan istiqra` (penelaahan induktif) terhadap nash-nash syara’ dalam Al Qur`an dan As Sunnah, terdapat 4 (empat) macam illat yang tergolong dalam illat syar’iyah, yaitu illat sharahah, illat dalalah, illat istinbath, dan illat qiyas. Pembagian illat menjadi empat macam ini didasarkan pada aspek metode diperolehnya illat dari nash-nash syara’ yang ada.

Illat Sharahah

Illat sharahah adalah illat yang terdapat dalam nash yang secara sharahah (jelas) menunjukkan adanya illat. Illat sharahah ini ciri utamanya adalah digunakannya lafazh-lafazh tertentu yang dalam bahasa Arab, menunjukkan adanya illat (li at ta’lil). Illat sharahah ini ada dua macam :

Pertama, menggunakan secara jelas lafazh li ajli atau min ajli (berarti : karena), dan semisalnya. Misalnya, sabda Nabi SAW :

“Dahulu aku melarang kalian menyimpan daging-daging kurban karena untuk memberi makan orang-orang Baduwi yang datang berombongan lagi membutuhkan. [Sekarang] simpanlah daging-daging kurban itu ”

Hukum yang terdapat dalam hadits ini adalah larangan menyimpan daging kurban karena illat tertentu (yaitu illat sharahah), yang terdapat pada kalimat li ajli ad daafah, yaitu daging kurban supaya dapat diberikan kepada rombongan orang Baduwi yang berkeliling dan membutuhkan daging.

Kedua, menggunakan secara jelas huruf-huruf ta’lil (huruf yang menunjukkan illat), seperti kay, laam, ba`, dan inna. Yang menggunakan kay (berarti : agar/supaya), misalnya firman Allah SWT :

 “…supaya harta itu jangan hanya beredar di antara oarang-orang kaya saja di antara kamu.” (QS Al Hasyr : 7)

Ayat ini menjelaskan bahwa pemberian fai` Bani Nadhir oleh Rasulullah kepada kaum Muhajirin saja, tidak termasuk kaum Anshar, dikarenakan illat tertentu (berupa illat sharahah), yakni agar harta tidak beredar di antara orang kaya saja, tetapi bergulir kepada selain orang kaya. Yang menggunakan laam (dibaca li, berarti karena) misalnya firman Allah SWT :

“Maka tatkala Zaid telah mengakhiri keperluan terhadap isterinya (menceraikannya) Kami kawinkan kamu (Muhammad) dengan dengan dia supaya tidak ada keberatan bagi orang mu`min untuk (mengawini) isteri-isteri anak-anak angkat mereka.” (QS Al Ahzab : 37)

 Ayat ini mengandung illat dikawinkannya Rasulullah SAW dengan Zainab yang telah dicerai oleh Zaid, yaitu supaya kaum mukminin tidak merasa berat hati untuk mengawini bekas isteri dari anak-anak angkat mereka.

Yang menggunakan ba` (dibaca bi, berarti karena/sebab) misalnya firman Allah SWT :

“Maka disebabkan rahmat dari Allah-lah kamu berlaku lemah lembuit terhadap mereka.“ (QS Ali ‘Imran : 159)

Dalam ayat ini terdapat illat sharahah dengan huruf ba`, yakni pada kalimat fabimaa rahmatin minallah (maka disebabkan rahmat dari Allah). Jadi illat yang menyebabkan sifat lembut pada Nabi SAW, adalah karena adanya rahmat Allah SWT.

Yang menggunakan inna (berarti : karena/sesungguhnya) misalnya sabda Nabi SAW :

“Dahulu aku melarang kalian untuk berziarah kubur. [Sekarang] berziarahlah kalian ke kuburan, karena ziarah kubur itu mengingatkan akhirat.” (HR Malik, dari Anas bin Malik)

 Hadits mengandung illat sharahah dengan huruf inna, pada kalimat fainnaha tudzakkiru al akhirah (karena ziarah kubur itu mengingatkan akhirat). Jadi illat disyaraitkannya ziarah kubur adalah untuk mengingatkan akhirat.

 Illat Dalalah

Illat dalalah adalah illat yang diambil dari tuntutan/konsekuensi yang dipahami dari makna lafazh (madlul al lafazh). Disebut illat dalalah, karena illat ini diperoleh dari dalalah lafazh, yaitu makna yang ditunjukkan oleh lafazh. Illat ini tidak diambil diambil dari lafazh-lafazh tertentu yang dalam bahasa Arab menunjukkan adanya illat (li at ta’lil), seperti min ajli, li ajli, dan sejenisnya, tetapi diambil dari mafhum lafazh, bukan dari manthuq lafazh. Ciri adanya illat dalalah ini ada dua :

Pertama, digunakannya lafazh-lafazh tertentu yang menurut bahasa Arab tidak digunakan untuk menunjukkan illat (li ta’lil) dalam ungkapan manthuqnya, tetapi dalam ungkapan mafhumnya, menunjukkan adanya illat, misalnya fa` ta’qib (kata fa` yang menunjukkan tertib/urutan, bermakna “maka”), dan hatta al ghayah (kata hatta yang menunjukkan tujuan, berarti “hingga”). Yang menggunakan fa` ta’qib misalnya :

“Barangsiapa yang menghidupkan tanah mati, maka tanah itu menjadi miliknya.”

Konsekuensi kepemilikan tanah akibat aktivitas menghidupkan tanah (ihya`), yang ditunjukkan oleh penggunaan fa` ta`qib (atau fa` tasbiib), mengandung arti bahwa kegiatan menghidupkan tanah, adalah illat bagi kepemilikan tanah.

Yang menggunakan kata hatta untuk menunjukkan tujuan, misalnya firman Allah SWT :

“Dan jika seorang di antara orang-orang musrik itu meminta perlindungan kepadamu, maka lindungilah ia supaya ia sempat mendengar firman Allah.” (QS At Taubah : 6)

 Dari ayat ini, dipahami bahwa illat melindungi orang musyrik adalah memberikan kesempatan kepadanya untuk mendengar firman Allah, yakni agar dakwah sampai kepadanya.

 Kedua, bahwasanya ketika nash tertentu menyebutkan hukum, disebutkan juga adanya washfum mufhamun munasib, yaitu sifat atau makna tertentu yang dapat dipahami dan sesuai yang menjadi illat hukum. Misalnya sabda Nabi SAW :  “Pembunuh tidak berhak mewarisi”

Hadits ini mengandung illat keluarnya seseorang dari golongan ahli waris, yakni karena seseorang itu pembunuh (al qaatil). Kata al qaatil ini merupakan sifat atau makna yang dapat dipahami sebagai illat hukum. Contoh lainnya sabda Nabi SAW :

“Pada domba yang digembalakan, ada kewajiban zakat.”

Kata as saa`imah (yang digembalakan) dalam hadits ini merupakan illat kewajiban zakat.

Illat Istinbath

Illat istinbath adalah illat yang diistinbath dari susunan (tarkib) nash, yang tidak disebutkan secara sharahah (sebagaimana illat sharahah) ataupun secara dalalah (sebagaimana illat dalalah). Illat ini dapat diambil dari satu nash atau beberapa nash. Ciri utama illat istinbath adalah adanya keadaan tertentu di mana syara’ memerintahkan atau melarang sesuatu. Lalu syara’ melarang apa yang diperintahkan, atau memerintahkan apa yang dilarang, setelah keadaan tertentu itu lenyap. Dari sini dapat dipahami bahwa keadaan tertentu tadi, adalah illat dari hukum yang ada. Misalnya illat haramnya jual beli saat adzan Jumat, yaitu dapat melalaikan shalat Jumat, yang diistinbath dari surat Al Jumuah ayat 9 dan 10. Dalam ayat 9 Allah SWT berfirman :

“Hai orang-orang yang beriman, apabila diseru untuk menunaikan shalat pada hari Jumat, maka bersegeralah kamu kepada mengingat Allah dan tinggalkanlah jual beli…” (QS Al Jumuah : 9)

 Pada ayat ini Allah SWT melarang jual beli pada kondisi tertentu, yaitu saat adzan Jumat. Lalu pada ayat berikutnya, Allah SWT berfirman :

“Apabila telah ditunaikan shalat (jumat), maka bertebaranlah kamu di uka bumi dan carilah karunia Allah…” (QS Al Jumuah : 10).

Pada ayat ini Allah memerintahkan bertebaran di muka bumi dan mencari karunia Allah, atau dengan kata lain, Allah membolehkan kembali jual beli. Kebolehan jual beli ini terkait dengan lenyapnya kondisi tertentu yang menjadi illat larangan jual beli, yaitu pelaksanaan shalat Jumat. Dari sini lalu diisitinbath illat larangan jual beli pada saat adzan Jumat, yaitu melalaikan shalat Jumat. Illat ini tidak disebut secara sharahah ataupun dalalah. Contoh lainnya adalah illat kepemilikan umum pada suatu benda, yaitu menjadi kebutuhan orang banyak. Nabi SAW bersabda :

“Kaum muslimin berserikat dalam tiga benda : air, padang gembalaan, dan api.”

Dalam hadits ini Nabi SAW menyatakan bahwa air adalah milik bersama, atau dengan kata lain, Nabi SAW melarang umatnya untuk memiliki air secara individu. Namun dalam hadits lain Nabi SAW membolehkan orang-orang di Tha`if dan Khaybar untuk memiliki air secara individu. Dari sini lalu diistinbath illat yang melatarbelakangi mengapa air menjadi milik bersama, yaitu karena air dibutuhkan oleh orang banyak (wujud al hajah lil jamaah). Jadi larangan memiliki air secara individu pada hadits di atas, bukan karena zat airnya itu sendiri, tetapi karena kondisi tertentu yang terjadi pada air, yaitu menjadi kebutuhan orang banyak. Hal ini dibuktikan pada bolehnya orang-orang Tha`if dan Khaybar untuk memiliki air secara individu, karena air di sana jumlahnya mencukupi, sehingga orang banyak tidak mempunyai kebutuhan terhadap air.

 Illat Qiyas

Illat Qiyas adalah illat baru –yang diperoleh dari illat yang lama– yang dapat diqiyaskan pada illat-illat lain. Illat Qiyas ini hanya terwujud pada illat dalalah, dengan syarat illat dalalah ini mempunyai washfun mufhamun, yakni sifat atau makna tertentu yang dapat dipahami sebagai illat, yang berpengaruh terhadap hukum. Dari illat lama ini lalu diperoleh illat baru, yang disebut illat Qiyas. Jadi illat Qiyas adalah illat dari illat, atau dengan kata lain, illat baru yang lahir dari illat lama, karena illat lama masih dapat dipahami mempunyai illat yang lain. Misalnya sabda Nabi SAW :

“Tidaklah seorang hakim memberikan keputusan hukum sedangkan dia sedang marah.”

Dalam hadits ini terdapat illat (yaitu illat dalalah) dilarangnya hakim mengadili, yaitu keadaannya yang sedang marah. Tetapi kemarahan (al ghadhab) ini adalah suatu washfum mufhamun, yaitu sifat/keadaan tertentu yang dapat dimengerti sebagai illat, yang mempunyai pengaruh pada aktivitas mengadili perkara. Sebab, dalam kondisi marah, seorang hakim akan mengalami kekacauan pikiran dan kelabilan emosi. “Kekacauan pikiran dan kelabilan emosi” ini merupakan illat baru, yang dihasilkan dari illat lama, yaitu “kemarahan”. Illat baru tersebut disebut illat Qiyas, dalam arti dapat diqiyaskan pada illat-illat lain yang bertitik temu pada sifat tertentu yang sama, yaitu “kekacauan pikiran dan kelabilan emosi”. Illat-illat lain ini misalnya, keadaan lapar atau sedih. Jadi dengan illat qiyas tersebut dihasilkan hukum-hukum baru, misalnya larangan mengadili perkara bagi hakim yang sedang kelaparan, atau sedang mengalami kesedihan.

 Penutup

Pembahasan tentang illat-illat Qiyas ini sesungguhnya pembahasan yang sangat mendalam dan canggih, yang tidak cukup diuraikan dalam tulisan yang singkat dan terbatas ini. Karena itu, kendatipun Qiyas sangat urgen untuk memecahkan masalah-masalah yang tidak disinggung dalam nash Al Kitab ataupun As Sunnah, Qiyas tidak boleh dilakukan secara sembarangan dan sembrono. Maka, Syaikh Taqiyuddin An Nabhani menegaskan, bahwa Qiyas tidak boleh dilakukan kecuali oleh seorang mujtahid. Sebagian ulama menyatakan,”Jika Anda ingin mengetahui kedalaman ilmu seseorang, perhatikan bagaimana dia melakukan Qiyas.” Wallahu a’lam.

Kamis, 06 Desember 2012

Hadist


Oleh : Al Imam Ibnu Katsir -rahimahullah


Orang pertama yang memiliki perhatian untuk mengumpulkan hadits-hadits shahih secara khusus adalah Abu Abdillah Muhammad bin Isma’il Al Bukhari (Imam Al Bukhari) dan diikuti oleh sahabat sekaligus muridnya, Abul Husain Muslim bin Al Hajjaj An Naisaburi (Imam Muslim). Shahih Bukhari dan Shahih Muslim adalah dua kitab hadits yang paling shahih, namun Shahih Bukhari lebih utama. Pasalnya, Imam Bukhari hanya memasukan hadits-hadits dalam kitab Shahih-nya yang memiliki syarat sebagai berikut:
Perawi hadits sezaman dengan guru yang menyampaikan hadits kepadanya
Informasi bahwa si perawi benar-benar mendengar hadits dari gurunya harus valid
Sedangkan Imam Muslim tidak mensyaratkan syarat yang kedua, yang penting perawi dan gurunya sezaman, itu sudah dianggap cukup.
Demikianlah perbedaan tentang penilaian keshahihan hadits antara Imam Bukhari dan Imam Muslim, sebagaimana pendapat mayoritas ulama. Sebagaian ulama tidak berpendapat demikian, diantaranya Abu ‘Ali An Naisaburi, guru dari Al Hakim, dan beberapa ulama maghrib.
Namun demikian, bukan berarti Imam Bukhari dan Imam Muslim telah mengumpulkan semua hadits shahih yang ada pada kedua kitab tersebut. Buktinya, beliau berdua kadang meriwayatkan hadits shahih di kitab yang lain. Misalnya Imam At Tirmidzi dan sebagian yang lain, dalam kitab Sunan atau kitab lain, kadang meriwayatkan hadits dari shahih Al Bukhari yang tidak terdapat dalam kitab Shahih-nya.
Jumlah hadits shahih dalam Shahih Bukhari dan Muslim
Ibnu Shalah mengatakan bahwa hadits shahih dalam Shahih Al Bukhari berjumlah 7275 hadits dengan pengulangan. Jika tanpa pengulangan berjumlah 4000 hadits. Sedangkan dalam Shahih Muslim, tanpa pengulangan, berjumlah sekitar 4000 hadits.
Penambahan hadits dalam Shahih Bukhari dan Muslim
Al Hafidz Abu Abdillah Muhammad bin Ya’qub bin Akhram berkata: “Al Bukhari dan Muslim tidak melewatkan hadits shahih lain (yang sesuai syarat mereka)”. Ibnu Shalah telah mengkritik pernyataan ini. Buktinya, Al Hakim telah memberi banyak tambahan hadits lain yang memenuhi syarat Bukhari-Muslim, walaupun sebagiannya diperselisihkan.
Menurut Ibnu Katsir, hal ini perlu dikritisi. Karena tambahan Al Hakim tersebut merupakan tambahan yang belum tentu disepakati syaratnya oleh Bukhari-Muslim, bisa jadi karena Bukhari-Muslim melihat kelemahan pada perawinya, atau melihat adanya kecacatan. Wallahu’alam.
Banyak kitab hadits yang telah men-takhrij Shahih Bukhari-Muslim dengan memberikan tambahan yang bagus dan sanad yang bagus, misalnya Shahih Abu ‘Awanah, Shahih Abu Bakar Al Isma’ili, Shahih Al Burqani, Shahih Abu Nu’aim Al Ash-habani dan yang lain. Terdapat kitab lain juga yang diklaim shahih oleh penulisnya, seperti Shahih Ibnu Khuzaimah dan Shahih Ibnu Hayyan Al Bustani. Kedua kitab ini lebih bagus dari kitab Al Mustadrak Al Hakim, serta lebih bersih sanad dan matannya.
Demikian pula, dalam Musnad Imam Ahmad terdapat hadits dengan sanad dan matan yang sama seperti yang terdapat di Shahih Muslim dan Shahih Bukhari. Terdapat juga hadits yang tidak terdapat dalam keduanya atau salah satunya, dan terdapat pula hadits yang tidak diriwayatkan oleh empat kitab hadits induk, yaitu Sunan Abi Daud, Sunan At Tirmidzi, Sunan An Nasa’i dan Sunan Ibnu Majah.
Demikian juga ditemukan banyak hadits shahih dalam Mu’jam Al Kabir danMu’jam Al Wasith Ath Thabrani, Musnad Abu Ya’la, Musnad Al Bazzar, dan kitab-kitab Musnad, Mu’jam, Fawaid dan Ajza yang lain. Adanya hadits-hadits shahih dalam kitab-kitab tersebut ditinjau dari para perawinya dan tidak terdapatnya kecacatan. Dibolehkan mendahulukan hadits-hadits tersebut walau tidak diriwayatkan oleh para huffadz sebelum mereka. Hal ini disetujui oleh Imam Abu Zakaria Yahya An Nawawi, namun Ibnu Shalah tidak sependapat dengan beliau. Syaikh Dhiyauddin Muhammad bin Abdul Wahid Al Maqdisi menulis sebuah kitab hadits yang berjudul ‘Al Mukhtarah‘, namun belum sempurna. Sebagian guru kami ada yang lebih mengutamakan hadits-hadits dalam kitab tersebut dibanding Al Mustadrak Al Hakim. Wallahu’alam
Ibnu Shalah sendiri berkomentar di kitab Mustadrak Al Hakim: “Kitab ini terlalu luas dalam memaknai keshahihan hadits. Penulis terlalu bermudah-mudah dalam menshahihkan hadits. Sebaiknya ia bersikap pertengahan dalam hal ini. Namun, hadits-hadits dalam kitab ini yang belum dishahihkan oleh para imam hadits, kadang ada yang memang shahih, yang lainnya minimal hasan, yang masih bisa dijadikan hujjah. Kecuali beberapa hadits yang jelas kecacatannya, maka dhaif”.
Menurut Ibnu Katsir, dalam kitab Al Mustadrak terdapat berbagai jenis hadits. Ada hadits yang memang shahih yang tidak ada di Shahih Bukhari-Muslim, namun sedikit. Ada pula hadits shahih yang diklaim oleh Al Hakim tidak terdapat dalam Shahih Bukhari-Muslim padahal sebenarnya diriwayatkan oleh Al Bukhari dan Muslim, namun Al Hakim tidak tahu. Ada pula hadits hasan, dhaif, hadits palsu. Guru kami, Imam Adz Dzahabi, telah meringkas kitab ini dan memberi penjelasan pada setiap hadits, dan dijadikan satu jilid kitab yang tebal, beliau menemukan hampir seratus hadits palsu dari Al Mustadrak. Wallahu’alam.
Beberapa catatan tentang Shahih Bukhari-Muslim
Ibnu Shalah pernah menjelaskan tentang hadits-hadits yang mu’allaq dalam Shahih Bukhari-Muslim. Jumlahnya sedikit, beliau mengatakan ada sekitar 14 hadits. Secara ringkas beliau menjelaskan, hadits mu’allaq dengan shighah jazm dalam Shahih Bukhari adalah hadits shahih dari jalan perawi yang disebutkan, sedangkan jalan yang lain perlu diteliti. Lalu hadits mu’allaq dengan shighah tamridh, belum tentu shahih dan belum tentu tidak shahih. Karena terkadang ada hadits yang demikian dan ternyata memang hadits shahih, misalnya diketahui bahwa hadits tersebut diriwayatkan oleh Imam Muslim juga. Kemudian hadits muallaq tersebut tidak dikelompok ke dalam hadits shahih musnad, walau beliau menamai kitabnya “Al Jami’ Al Musnad Ash Shahih Al Mukhtashar Fii Umuuri Rasululillah Shallallahu’alaihi Wasallam”
Jika Imam Al Bukhari berkata “Qaala Lanaa” (Seseorang berkata kepada saya) atau berkata “Qaala Lii Fulaanun Kadzaa” (Fulan berkata kepada saya begini) atau “Zaadanii” (Seseorang memberikan tambahan kepada saya), atau perkataan semisal, dihukumi muttashil menurut pendapat mayoritas ulama hadits. Ibnu Shalah juga mengabarkan bahwa yang demikian juga merupakan bentuk hadits mu’allaq, Imam Bukhari menyebutkan hadits tersebut untuk memperkuat bukan sebagai pokok, dan kadang hadits tersebut di dengar oleh Imam Bukhari dalammudzakrah. Ibnu Shalah dalam hal ini telah membantah Al Hafidz Abu Ja’far bin Hamdan yang mengatakan bahwa jika Imam Al Bukhari berkata “Qaala Lii Fulaanun” (Fulan berkata kepada saya) adalah untuk munaawalah.
Ibnu Shalah juga mengingkari Ibnu Hazm yang menolak hadits Bukhari tentang alat musik karena pada hadits tersebut Al Bukhari berkata: “Hisyam bin ‘Ammar berkata…”. Ibnu Shalah mengatakan bahwa Ibnu Hazm salah dalam beberapa hal, hadits ini shahih dari Hisyam bin ‘Ammar. Hadits ini diriwayatkan oleh Ahmad dalam Musnad-nya, Abu Daud dalam Sunan-nya, Al Burqani dalam Shahih-nya, dan yang lainnya. Semua riwayatnya musnad muttashil sampai kepada Hisyam bin ‘Ammar dan gurunya. Ibnu Katsir  telah menjelaskan hal ini dalam kitab Al Ahkam.
Ibnu Shalah mengabarkan bahwa Shahih Bukhari-Muslim telah diterima oleh kaum muslimin dengan sepakat. Kecuali beberapa hadits saja yang dikritik setelah diteliti oleh sebagian Huffadz seperti Ad Daruquthni dan yang lainnya. Dari kesepakatan tersebut diputuskan bahwa hadits-hadits Bukhari-Muslim pasti shahih. Karena kaum muslimin ma’shum dari kesalahan jika telah bersepakat. Karena jika ummat menilainya shahih dan mewajibkan beramal dengannya, maka tentu hadits-hadits tersebut pada hakikatnya memang shahih. Inilah pendapat yang bagus. NamunMuhyiddin An Nawawi tidak sependapat dengan pendapat ini, ia berkata: “Kesepakatan kaum muslimin dalam hal ini tidak memastikan hadits-hadits Bukhari-Muslim pasti shahih”. Ibnu Katsir lebih cenderung sepakat dengan pendapat Ibnu Shalah. Wallahu’alam. Setelah menjelaskan demikian, Ibnu Shalah menyampaikan perkataan Ibnu Taimiyah yang intinya: “Telah dinukil pernyataan dari para ulama bahwa hadits-hadits yang sepakati diterima oleh ummat. Diantara para ulama tersebut:
Al Qadhi Abdul Wahhab Al Maliki
Syaikh Abdul Hamid Al Asfara-ini
Al Qadhi Abu Thayyib Ath Thabari
Syaikh Abu Ishaq Asy Syairaazi Asy Syafi’i
Ibnu Hamid
Abu Ya’a Ibnul Farra’
Abul Khattab
Ibnu Az Zaghwani dan ulama Hanabilah semisal beliau
Syamsul A-immah As Sarkhasi Al Hanafi, ia berkata: ‘Ini adalah pendapat para ahli kalam dari kalangan Asy’Ariyyah, seperti Ishaq Al Asfara-ini dan Ibnu Faurak, dan juga merupakan pendapat Ahlul Hadits secara khusus dan Mazhab Salaf secara umum” (sampai di sini perkataan Ibnu Taimiyyah)

(Diterjemahkan dari Al Ba’its Al Hatsits, karya Al Imam Abul Fida Ibnu Katsir rahimahullah )


el-kamil ibnu ishaq

Senin, 03 Desember 2012

Motivation

Oleh :  el-kamil ibnu ishaq


1. Jangan tertarik kepada seseorang karena parasnya sebab keelokan paras dapat menyesatkan. Jangan pula tertarik kepada kekayaannya karena kekayaan dapat musnah. Tertariklah kepada seseorang yang dapat membuatmu tersenyum, karena hanya senyum yang dapat membuat hari-hari yang gelap menjadi cerah. Semoga kamu menemukan orang seperti itu.
2. Bermimpilah tentang apa yang ingin kamu impikan pergilah ke tempat-tempat kamu ingin pergi. Jadilah seperti yang kamu inginkan, karena kamu hanya memiliki satu kehidupan dan satu kesempatan untuk melakukan hal-hal yang ingin kamu lakukan.
3. Ketika satu pintu kebahagiaan tertutup, pintu yang lain dibukakan. Tetapi sering kali kita terpaku terlalu lama pada pintu yang tertutup sehingga tidak melihat pintu lain yang dibukakan bagi kita.
4. Sahabat terbaik adalah dia yang dapat duduk berayun-ayun di beranda bersamamu, tanpa mengucapkan sepatah katapun , dan kemudian kamu meninggalkannya dengan perasaan telah bercakap- cakap lama dengannya.
5. Sungguh benar bahwa kita tidak tahu apa yang kita miliki sampai kita kehilangannya, tetapi sungguh benar pula bahwa kita tidak tahu apa yang belum pernah kita miliki sampai kita mendapatkannya.
6. Pandanglah segala sesuatu dari kacamata orang lain. Apabila hal itu menyakitkan hatimu, sangat mungkin hal itu menyakitkan hari orang lain pula.
7. Awal dari cinta adalah membiarkan orang yang kita cintai menjadi dirinya sendiri, dan tidak merubahnya menjadi gambaran yang kita inginkan. Jika tidak, kita hanya mencintai pantulan diri sendiri yang kita temukan di dalam dia.
8. Orang-orang yang paling berbahagiapun tidak selalu memiliki hal-hal terbaik, mereka hanya berusaha menjadikan yang terbaik dari setiap hal yang hadir dalam hidupnya.
9. Mungkin Tuhan menginginkan kita bertemu dengan beberapa orang yang salah sebelum bertemu dengan orang yang tepat, kita harus mengerti bagaimana berterimakasih atas karunia itu.
10. Hanya diperlukan waktu seminit untuk menaksir seseorang, sejam untuk menyukai seseorang dan sehari untuk mencintai seseorang, tetapi diperlukan waktu seumur hidup untuk melupakan seseorang.
11. Kebahagiaan tersedia bagi mereka yang menangis, mereka yang disakiti hatinya, mereka yang mencari dan mereka yang mencoba. Karena hanya mereka itulah yang menghargai pentingnya orang- orang yang pernah hadir dalam hidup mereka.
12. Cinta datang kepada mereka yang masih berharap sekalipun pernah dikecewakan, kepada mereka yang masih percaya sekalipun pernah dikhianati, kepada mereka yang masih mencintai sekalipun pernah disakiti hatinya.
13. Sungguh menyakitkan mencintai seseorang yang tidak mencintaimu, tetapi lebih menyakitkan adalah mencintai seseorang dan tidak pernah memiliki keberanian untuk mengutarakan cintamu kepadanya.
14. Jangan pernah mengucapkan selamat tinggal jika kamu masih mau mencoba, jangan pernah menyerah jika kamu masih merasa sanggup, jangan pernah mengatakan kamu tidak mencintainya lagi jika kamu masih tidak dapat melupakannya.
15. Memberikan seluruh cintamu kepada seseorang bukanlah jaminan dia akan membalas cintamu. Jangan mengharapkan balasan cinta, tunggulah sampai cinta berkembang di hatinya, tetapi jika tidak, berbahagialah karena cinta tumbuh di hatimu.
16. Ada hal-hal yang sangat ingin kamu dengar tetapi tidak akan pernah kamu
dengar dari orang yang kamu harapkan untuk mengatakannya. Namun demikian, janganlah menulikan telinga untuk mendengar dari orang yang mengatakannya dengan sepenuh hati.
17. Waktu kamu lahir, kamu menangis dan orang- orang disekelilingmu tersenyum. Jalanilah hidupmu sehingga pada waktu kamu meninggal, kamu tersenyum dan orang-orang di sekelilingmu menangis.