Seringkali kita jumpai pertanyaan “apa hukumnya bila nikah beda
agama, baik yg laki-laki atau perempuannya yg muslim, apa sah atau
tidak menurut Islam ?”. Pertanyaan ini sering muncul terutama
ketika kita berada di sebuah negara yang mayoritas penduduknya non
muslim, seperti di Australia ini. Untuk itu pada rubrik fikih kali
ini tim redaksi menampilkan fikih berkenaan dengan nikah beda
Agama.
Hukum mengenai perempuan beragama Islam menikah dengan
laki-laki non-Islam adalah jelas-jelas dilarang (haram). Dalil yg
digunakan untuk larangan menikahnya muslimah dengan laki-laki non
Islam adalah Surat Al Baqarah(2):221,“Dan janganlah kamu nikahi
wanita-wanita musyrik, sebelum mereka beriman. Sesungguhnya wanita
budak yang mukmin lebih baik dari wanita musyrik, walaupun dia
menarik hatimu. Dan janganlah kamu menikahkan orang-orang musyrik (dengan wanita-wanita mukmin) sebelum mereka beriman.
Sesungguhnya budak yang mukmin lebih baik dari orang musyrik
walaupun dia menarik hatimu. Mereka mengajak ke neraka, sedang
Allah mengajak ke surga dan ampunan dengan izin-Nya. Dan Allah
menerangkan ayat-ayat-Nya (perintah-perintah-Nya) kepada manusia
supaya mereka mengambil pelajaran.”
Pernikahan seorang lelaki Muslim dengan perempuan non muslim terbagi atas 2 macam:
1. Lelaki Muslim dengan perempuan Ahli Kitab. Yang dimaksud dg Ahli Kitab di sini adalah agama Nasrani dan Yahudi (agama samawi). Hukumnya boleh, dengan dasar Surat Al Maidah(5):5,“Pada hari ini dihalalkan bagimu yang baik-baik. Makanan (sembelihan) orang-orang yang diberi Al Kitab itu halal bagimu, dan makanan kamu halal pula bagi mereka. (Dan dihalalkan mengawini) wanita-wanita yang menjaga kehormatan di antara wanita-wanita yang beriman dan wanita-wanita yang menjaga kehormatan di antara orang-orang yang diberi Al Kitab sebelum kamu, bila kamu telah membayar maskawin mereka dengan maksud menikahinya, tidak dengan maksud berzina dan tidak (pula) menjadikannya gundik-gundik. Barang siapa yang kafir sesudah beriman (tidak menerima hukum-hukum Islam) maka hapuslah amalannya dan ia di hari akhirat termasuk orang-orang merugi.”
Banyak
ulama yg menafsirkan bahwa Al Kitab di sini adalah Injil dan
Taurat. Dikarenakan agama Islam, Nasrani dan Yahudi berasal dari
sumber yg sama, agama samawi, maka para ulama memperbolehkan
pernikahan jenis ini. Untuk kasus ini, yg dimaksud dengan musyrik
adalah penyembah berhala, api, dan sejenisnya. Untuk poin 2,
menikah dengan perempuan yang bukan ahli kitab, para ulama sepakat
melarang.
Dari sebuah
literatur, dapatkan keterangan bahwa Hindu, Budha atau Konghuchu
tidak termasuk agama samawi (langit) tapi termasuk agama ardhiy
(bumi). Karena benda yang mereka katakan sebagai kitab suci itu
bukanlah kitab yang turun dari Allah SWT. Benda itu adalah hasil
pemikiran para tokoh mereka dan filosof mereka. Sehingga kita bisa
bedakan bahwa kebanyakan isinya lebih merupakan petuah, hikmah,
sejarah dan filsafat para tokohnya.
Sementara
itu, para jumhur shahabat membolehkan laki-laki muslim menikahi
wanita kitabiyah, diantaranya adalah Umar bin Al-Khattab, Ustman
bin Affan, Jabir, Thalhah, Huzaifah. Bersama dengan para shahabat
Nabi juga ada para tabi`Insya Allah seperti Atho`, Ibnul Musayib,
al-Hasan, Thawus, Ibnu Jabir Az-Zuhri. Pada generasi berikutnya ada
Imam Asy-Syafi`i, juga ahli Madinah dan Kufah.
Secara ringkas hukum nikah beda agama bisa kita bagi menjadi demikian :
1. Suami Islam, istri ahli kitab = boleh
2. Suami Islam, istri kafir bukan ahli kitab = haram
3. Suami ahli kitab, istri Islam = haram
4. Suami kafir bukan ahli kitab, istri Islam = haram
Dibolehkannya
laki-laki muslim menikah dengan wanita ahlul kitab namun tidak
sebaliknya karena laki-laki adalah pemimpin rumah tangga, berkuasa
atas isterinya, dan bertanggung jawab terhadap dirinya. Islam
menjamin kebebasan aqidah bagi isterinya, serta mlindungi hak-hak
dan kehormatannnya dengan syariat dan bimbingannya. Akan tetapi,
agama lain seperti nasrani dan yahudi tidak pernah memberikan
jaminan kepada isteri yang berlainan agama.
Ada 2 jenis menikah beda agama:
1. Perempuan beragama Islam menikah dengan laki-laki non-Islam
2. Laki-laki beragama Islam menikah dengan perempuan non-Islam
Perempuan beragama Islam menikah dengan laki-laki non-Islam
Jadi,
wanita musliman dilarang atau diharamkan menikah dengan non
muslim, apapun alasannya. Hal ini sebagaimana dinyatakan dalam
Alquran di atas. Bisa dikatakan, jika seorang muslimah memaksakan dirinya menikah dengan laki-laki non Islam, maka akan dianggap berzina.
Laki-laki beragama Islam menikah dengan perempuan non-Islam
1. Lelaki Muslim dengan perempuan Ahli Kitab. Yang dimaksud dg Ahli Kitab di sini adalah agama Nasrani dan Yahudi (agama samawi). Hukumnya boleh, dengan dasar Surat Al Maidah(5):5,“Pada hari ini dihalalkan bagimu yang baik-baik. Makanan (sembelihan) orang-orang yang diberi Al Kitab itu halal bagimu, dan makanan kamu halal pula bagi mereka. (Dan dihalalkan mengawini) wanita-wanita yang menjaga kehormatan di antara wanita-wanita yang beriman dan wanita-wanita yang menjaga kehormatan di antara orang-orang yang diberi Al Kitab sebelum kamu, bila kamu telah membayar maskawin mereka dengan maksud menikahinya, tidak dengan maksud berzina dan tidak (pula) menjadikannya gundik-gundik. Barang siapa yang kafir sesudah beriman (tidak menerima hukum-hukum Islam) maka hapuslah amalannya dan ia di hari akhirat termasuk orang-orang merugi.”
2.
Lelaki Muslim dg perempuan non Ahli Kitab. Untuk kasus ini, banyak
ulama yg melarang, dengan dasar Al Baqarah(2):222,“Dan janganlah kamu nikahi wanita-wanita musyrik,
sebelum mereka beriman. Sesungguhnya wanita budak yang mukmin
lebih baik dari wanita musyrik, walaupun dia menarik hatimu. Dan
janganlah kamu menikahkan orang-orang musyrik (dengan wanita-wanita
mukmin) sebelum mereka beriman. Sesungguhnya budak yang mukmin
lebih baik dari orang musyrik walaupun dia menarik hatimu. Mereka
mengajak ke neraka, sedang Allah mengajak ke surga dan ampunan
dengan izin-Nya. Dan Allah menerangkan ayat-ayat-Nya
(perintah-perintah-Nya) kepada manusia supaya mereka mengambil
pelajaran.”
Kita tidak akan menemukan hukum dan syariat di dalamnya yang
mengatur masalah kehidupan. Tidak ada hukum jual beli, zakat, zina,
minuman keras, judi dan pencurian. Sebagaimana yang ada di dalam
Al-Quran Al-Karim, Injil atau Taurat. Yang ada hanya etika, moral
dan nasehat. Benda itu tidak bisa dikatakan sebagai kalam suci dari
Allah yang diturunkan melalui malaikat Jibril dan berisi hukum
syariat. Sedangkan Taurat, Zabur dan Injil, jelas-jelas kitab
samawi yang secara kompak diakui sebagai kitabullah.
Sementara
itu, Imam Syafi’i dalam kitab klasiknya, Al-Umm, mendefinisikan
Kitabiyah dan non Kitabiyah sebagai berikut, “Yang dimaksud dengan
ahlul kitab adalah orang-orang Yahudi
dan Nasrani yang berasal dari keturunan bangsa Israel asli. Adapun
umat-umat lain yang menganut agama Yahudi dan Nasrani, rnaka
mereka tidak termasuk dalam kata ahlul kitab. Sebab, Nabi Musa a.s.
dan Nabi Isa a.s. tidak diutus kecuali untuk Israil dan dakwah mereka
juga bukan ditujukan bagi umat-umat setelah Bani israil.”
Yang
sedikit berbeda pendapatnya hanyalah Imam Malik dan Imam Ahmad bin
Hanbal, dimana mereka berdua tidak melarang hanya memkaruhkan
menikahi wanita kitabiyah selama ada wanita muslimah.
Pendapat
yang mengatakan bahwa nasrani itu musyrik adalah pendapat Ibnu
Umar. Beliau mengatakan bahwa nasrani itu musyrik. Selain itu ada
Ibnu Hazm yang mengatakan bahwa tidak ada yang lebih musyrik dari
orang yang mengatakan bahwa tuhannya adalah Isa. Sehingga menurut
mereka menikahi wanita ahli kitab itu haram hukumnya karena mereka
adalah musyrik.
Namun
jumhur Ulama tetap mengatakan bahwa wanita kitabiyah itu boleh
dinikahi, meski ada perbedaan dalam tingkat kebolehannya. Namun
demikian, wanita muslimah yang komitmen dan bersungguh-sungguh
dengan agamanya tentu lebih utama dan lebih layak bagi seorang
muslim dibanding wanita ahlul kitab. Juga apabila ia khawatir
terhadap akidah anak-anak yang lahir nanti, serta apabila jumlah
pria muslim sedikit sementarawanita muslimah banyak, maka dalam
kondisi demikian ada yang berpendapat haram hukumnyapria muslim
menikah dengan wanita non muslim.
Secara ringkas hukum nikah beda agama bisa kita bagi menjadi demikian :
1. Suami Islam, istri ahli kitab = boleh
2. Suami Islam, istri kafir bukan ahli kitab = haram
3. Suami ahli kitab, istri Islam = haram
4. Suami kafir bukan ahli kitab, istri Islam = haram
bismillah...
BalasHapusteruskanlah...